Kembali

Dia Indah Sebagaimana Namanya

32
Baju Hitam
3 Maret 2025
"Kekasih yang mengajariku arti tenggelam tanpa harus ke laut,
kekasih yang telah mengajariku terbang tanpa sayap."


Kisah seorang pemuda gila yang menolak sembuh, hari-harinya begitu suram sejak perempuan yang dicintainya pergi dengan pilihannya, dia tak lagi menginginkan apa-apa selain perjumpaan dengan sang kekasih, terbiasa dengan luka hingga mati rasa.

Selamat datang di dunia imajinasiku, akulah rajanya, dan aku berhak menjadikan siapa saja jadi apa saja sekehendakku, selain suka membaca dan menulis, tentu aku juga suka sama Dia (.....?) anggap saja kalian mengenalnya, karenanya, aku kembali memulai coretan ini, alasannya sederhana saja, ada rindu yang enggan terobati, dengan begini, sekiranya mungkin kerinduan tentangnya sedikit huffff. Kopi dan rokok telah tersedia di hadapanku, apa lagi yang kutunggu selain, baiklah. 

Tahun kian berganti, namun aku masih saja terjebak pada orang yang sama, semua bermula sejak penelusuran kulakukan di media sosial . Bertahun-tahun lamanya, akhirnya pertemuan pertamaku dengan Indah pecah. Kedatangannya di pambusuang dari Kalimantan Timur, sekiranya hanya sepuluh hari, namun pada hari terakhir ia mengabariku, "Budiman, kalau kamu mau ketemu sama aku, kamu datang aja di pambusuang"

Terlalu berambisi, aku segera menuju alamat yang telah dishare lock, sedikit kaget aja sih, ternyata rumah yang dia tinggali bertetangga dengan seniorku, Haddrawi atau biasa dipanggil Pasya, dekat juga dari rumahnya kak Ridwan Alimuddin, founder Pustaka Mandar. Aku tiba tepat di depan rumah yang ditinggalinya, "eh Budiman, silahkan masuk" ucapnya sambil HP masih diposisi telinga. 

Memang aku masih posisi telponan waktu itu, setelah memarkirkan motor, aku segera masuk setelah mengucapkan salam. Aku menolak untuk bersalaman, sejujurnya karena aku takut jikalau aku makin cinta sama Dia. Aku tahu bahwa waktu itu Indah masih berpacaran dengan Zein, seorang tentara berpangkat balok ll, demi menghindari hal yang tidak aku inginkan, aku meminta temanku Kifli dan kak Pasya untuk turut hadir. 

"Kuakui kamu memang gila Budiman, kenapa kamu masih bertahan sampai sejauh ini, emang gak ada apa perempuan disini, kenapa kamu sampai segininya, sejak awal tahun 2019 pula, emang kamu gak capek ka, emangnya apa yang membuatmu tergila-gila begini, padahal aku biasa-biasa loh, apa yang istimewa dariku," Ucap Indah yang telah lama ia ingin sampaikan. "Gak papa kok, kak Indah kalau mau marah silahkan saja"

"Aku juga heran kenapa aku sampai segila ini ke kamu, seolah aku tak lagi melihat selainmu, kamu tahu kan betapa tersiksanya aku selama penantian ini, aku gak peduli meski kamu udah sekali berganti pasangan, dan aku juga gak akan peduli jika pada akhirnya kamu akan menikah dengan laki-laki lain, yang aku tahu, aku hanya ingin kamu," Ucapku dengan sungguh sambil menatap matanya yang begitu indah. Mata yang seolah mampu menciptakan ilusi dan menarikku ke dunia lain. 

Sungguh, sejak pertemuan itu aku merasa bahwa dialah dunia yang akan kutuju. Perempuan dengan aura biru yang mengelilingi seluruh tubuhnya, sungguh Dia merupakan karya terindah yang telah Tuhan ciptakan. Meskipun telah banyak pasang mata yang telah kusaksikan, namun sialnya aku hanya terjebak pada mata yang enggan memalingkan pandangan darinya. Bagiku Indah begitu berkharisma, cerdas, mandiri dan tegas. 

Kifli dan Pasya akhirnya tiba, sejenak memecah suasana, "oh kita Indah k, yang selalu nacerita Budi," Ucap Pasya yang seolah begitu akrab sambil menyodorkan tangan mengajak bersalaman, "iya," Balas indah, saya Kifli kak, temannya Budi," "Ow iya, saya Indah, senang berkenalan dengan kalian," "Gila memang ini Budiman, kau ajari dia Pasya, jangan terlalu begitu sama perempuan", ucap Indah tegas sambil melirikku, "gila memang kasian ini satu adekku, tidak tau kenapa selalu kita nacerita."

Waktu itu aku dan Kifli berbisik "cantik kak Indah to, semakin gila maka ini nanti e," "Alus, cantik betuli, masekako tambah tattarang nataro, saya saja kenapa kayak mulai juga kusuka," Jawab Kifli tersenyum. Bincang-bincang terus berlanjut hingga kami dihidangkan pisang ijo dadar dan teh, aku dan Kifli hanya asik memperhatikan pembahasan orang dewasa di hadapan kami, maklumin aja, mereka berdua memang senior, maksudku mereka lebih dulu injak tanah. 

Makin lama aku makin larut melihat Kak Indah, sungguh belum pernah aku bertemu perempuan yang memiliki daya tarik melebihi jurus ilusi Itachi waktu menarik Kakashi. Wawasan serta gaya berbicaranya memperlihatkan bahwa kak Pasya jauh di bawah kak Indah, aku jadi minder, bisa-bisanya aku sekelas bumi jatuh hati pada dia yang sekelas langit. "Kifli, kan kamu sahabat Budiman, emang dia orangnya keras kepala begitu ka, gak bisa dibilangin, suka nentang," Kata Indah

"Iya kak, begitu memang orangnya, pernah juga bede ke kalimantan nacariki, eh, maaf kecoplosan," Jawab Kifli sambil menutup mulutnya, "pernah memang, kuhabiskan waktu selama empat bulan hanya untuk melakukan pencarian, namun sialnya Tuhan tidak mengizinkanku untuk bertemu, waktu itu aku mengirimi pesan kepada kakaknya kak Indah yang gak pake jilbab itu, aku dapat kontaknya dari pencarian di fb, dan waktu itu katanya singkat saja, "jangan pernah ganggu adikku lagi,"

Itu saja, lalu dia memblokirku. Aku juga heran, kenapa seolah semesta enggan mempermudah pertemuan kita. Aku yang terlalu berambisi untuk bertemu dengannya, namun Dia juga berambisi untuk mengejar impiannya, yah, dia tetap fokus pada pengembangan diri, dia tidak ingin larut pada hal yang dianggapnya menye-menye, pacaran yang terlalu alai sehingga enggan melakukan perubahan yang lebih baik pada diri sendiri. Baginya, jalani seadanya, fokus terhadap apa yang pantas. 

Bukan malah terjebak pada hal yang membuat kita enggan mengalami pertumbuhan, dia memang tegas dan ambisius terhadap perkembangan intelektual. Kubakar rokok sempurna berry pop, mengambil jeda memantik ide agar muncul ke permukaan, nah, "bukankah seorang pecinta memang harus gila, bagaimana mungkin aku berpaling setelah melihat keindahanmu, pun jika kau bukan takdirku, maka aku akan tetap mencintaimu dengan caraku sendiri, aku tidak peduli kata orang-orang"

"Nah,Itu mulai lagi, gila memang kan Dia itu" Kata Indah, "we, aiss, suda-sudaimi, kau itu," Lerai Pasya melihatku sambil geleng-geleng kepala. "Gila betul moko sodara," Kata kifli di tengah-tengah perbincangan. Waktu itu aku sungguh dimabuk akan keindahannya, dalam hati aku berucap, "Tuhan, biarkan Dia merasakan apa yang aku rasa, segila apakah dia pada akhirnya." Entah, apakah posisiku memang sudah tepat dikatakan seorang pecinta atau bukan, namun yang aku tahu bahwa aku selalu memikirkannya. 

Berat rasanya, berat sekali untuk mengakui bahwa waktu begitu kejam karena dengan cepat ia berlalu, waktu menunjukkan pukul 17 lewat, sadar posisi sebagai tamu, kami harus berpamitan mengakhiri pertemu singkat yang begitu berharga bagiku. "Budiman, apa kesanmu terhadapku yang baru pertama ketemu ini," tanya kak Indah yang membuatku sempat kaget, "sejujurnya aku tidak ingin berpisah dengan kak Indah, hanya saja aku sadar bahwa aku bukan siapa-siapa," Jawabku singkat mengakhiri pertemuan itu. 

Lagi-lagi aku menolak bersalaman, beda dengan Pasya dan Kifli. Akhirnya kami benar-benar berpisah, aku pergi dengan perasaan yang entah dengan cara atau kata apa untuk mendeskripsikannya. Aku ikut saja bersama Kifli dan Pasya menuju tempat tugasnya, sekretariat panwascam waktu itu. Hanya kami bertiga waktu itu, lanjut membicarakan perihal bagaimana aku dan Indah bisa kenal, "gila memang, kau ini pecinta anarki yang setia, bisa-bisamu itu sampai ketemu betulan di," Kata Pasya. 

"Begitulah, awalnya kuliat di youtube, baru kutelusuri di fb, sampainya tembus di WA dan, ya ketemu langsung mi," Jelasku singkat. Menghisap beberapa batang rokok dan meminum kopi 86°, cerita tentang Indah enggan usai hingga aku harus pamit karena senja kian menepis. Sepanjang perjalanan pulang, ingatan tentangnya terus menyertai. Waktu itu aku tidak langsung pulang ke rumah, sengaja mampir di warung bakso, niatku pun ingin menyuruh Indah dan Zein singgah agar dapat melihatnya lebih lama lagi. 

Malam itu Indah memang akan balik ke Kalimantan, katanya akan diantar Zein.

"salam kak, udah jalan k?"
"Maaf Budiman, aku Zein"
"Ow iya, maaf bang"
"Budiman, aku minta tolong ya sama kamu, kan aku udah kasi kamu kesempatan untuk ketemu sama Indah, jadi aku minta kamu untuk tidak lagi ganggu Dia"
"Iya, makasih atas kebaikannya bang"
"Iya Budiman, maaf, aku blok ya"

Sejak saat itu, aku tidak lagi mendapat kabar darinya, berjalan bulan hingga tahun, aku benar-benar seolah mati, menjalani hidup dengan penuh penantian. Aku mencoba menggunakan HP sodaraku, temanku, siapa saja yang berniat mengasihaniku, aku bermaksud mengabarinya menggunakan akun yang lain, sekiranya Dia ada kabar, namun nyatanya, rindu hanya sebatas rindu, tidak ada informasi yang kudapati, duniaku tanpanya seolah hambar, kunikmati sisa hidup dengan pengharapan. 

Sepi, sunyi, dunia yang benar-benar kering, tak lagi ketemukan alasan untuk tersenyum, semua energiku terpuras menahan derita akibat rindu, tidak ada yang peduli atas kegilaan ini, tidak ada yang mampu menjadi pelipur laraku, kucoba duduk di dermaga memandang laut, mendaki puncak gunung, masuk di tempat-tempat suci, semua kulakukan demi berharap dapat mengobati kerinduan ini, namun, nyatanya tidak ada yang berhasil menghilangkan kerinduan akut ini. 

Sungguh, setelah mengalami keterpisahan itu, tiada lagi yang dapat membuatku tersenyum, tiada lagi yang mampu menjadi pelita dimataku, tiada lagi air bagi hati yang gersang ini, tiada lagi suara yang candu membuatku menari, tiada lagi getaran yang menghidupkan ruh ku, aku telah mati sejak saat itu. Dia Indahku, kekasih yang kupuja tanpa seijinnya, kekasih yang telah kuklaim secara  sepihak, kekasih yang mangajariku arti tenggelam tanpa harus ke laut, kekasih yang telah mengajariku terbang tanpa sayap. 

Kekasih yang membuatku terus menangis sepanjang siang dan malam, kekasih yang menjadikan langit begitu berisik akibat nama yang selalu kuserukan, kekasih yang membuat orang-orang melihatku menjadi gila, kekasih yang darinya tiada taman seindah dirinya, kekasih yang begitu kupuja melebihi pencipnya, kekasih yang matanya melebihi mutiara terindah di dunia, kekasih yang tidak lagi panas membakar kurasakan, kekasih yang tiada lagi dingin yang kurasakan, kekasih yang tiada lagi tasbih melebihi namanya.

kekasih yang menjadikanku enggan untuk melirik yang selainnya, kekasih yang menjadikanku lebur tak tersisa, kekasih yang tiada lagi arti logika dan rasionalitas, kekasih yang tiada lagi parfum melebihi aromanya, kekasih yang tiada lagi suara melebihi keindahan suaranya, kekasih yang menjadikan dunia dan seisinya tidak lagi berharga, kekasih yang menjadikan surga neraka tak lagi menarik, kekasih yang menjadikan kata-kata tak lagi memiliki makna. 

Sungguh Dialah kekasihku, perempuan yang baru sekali kutemui namun berkali-kali kucintai, Dia sungguh Indah melebihi yang lain, kecanduan yang dilahirkannya menjadikanku benar-benar gila, melebihi gilanya Majnun kepada Laila, Lebih gila dari Gade kepada Cmamran, lebih dari Romeo kepada Juliet, lebih dari seorang Sufi kepada Tuhannya, bahkan lebih gila dari seorang ibu kepada anaknya, terlebih lagi kepada iblis karena enggan sujud kepada Adam atas kecintaannya kepada Tuhan. 

Penulis: Baju Hitam