ESENSI KEMELEKATAN (IDENTITAS SOSIAL DAN HUKUM GENERALISASI)
32
Musafir Daus
14 Maret 2025
Oleh: Musafir Daus
Menanggapi kasus baru-baru ini yang terjadi di sebuah kampus yang di demo sejumlah mahasiswa yang membawa sebuah lembaga kemahasiswaan bagi saya mungkin agak simpang siur. Berita yang tersebar di media memilki pemaknaan yang berbeda-beda. Baik atau buruk, benar atau salah tergantung dari sisi mana yang ingin kita lihat, apakah dari sisi pendemo ataupun yang didemo. Masing-masing pasti akan mempertahankan apa yang menurut mereka benar, atau bahkan mereka ingin melakukan pembenaran?
Namun, penulis tidak akan membahas tentang mana yang benar dan mana yang salah, bahkan apakah baik atau buruk nya kejadian itu bukan menjadi hal yang fundamental dalam tulisan yang penulis buat ini. Penulis lebih tertarik membahas hal yang lain, yaitu tentang Esensi dari kemelekatan antara identitas sosial dan hukum generalisasi yang bagi penulis cukup “menantang” untuk di bahas.
Agak lucu juga alasan kenapa saya sangat ingin menulis kali ini, itu terjadi karena tanpa sengaja penulis membaca sebuah postingan dari pengguna media sosial yang mungkin hanya ikut-ikutan memperkeruh suasana atau punya dendam pribadi atau memang murni seseorang yang mendukung emansipasi wanita yang memang pada peristiwa itu terlihat bahwa demo yang terjadi adalah pria versus wanita. Entahlah tafsiran mana yang benar, tetapi intinya maksud penulis membuat tulisan ini bukan karena ingin pembelaan diri atau sebuah pembelaan atas lembaga semata. Karena penulis pun tidak akan pernah menyebut nama kelembagaan ataupun secara personal. Namun, yang ingin penulis bagikan adalah pengetahuan yang penulis pahami untuk menjadi konsumsi publik bagi siapa saja yang ingin melahapnya. Ini juga merupakan keresahan yang penulis hadapi untuk beberapa kejadian yang berkaitan dengan tulisan ini.
Selamat membaca.
Berbicara tentang esensi dari kemelekatan, ini menjadi pembahasan yang menarik bagi penulis. Kita ketahui bahwa manusia adalah mahluk individual. Ia memiliki perasaan dan pikiran yang hidup serta berkembang di dalam kehidupan pribadinya. Namun di sisi lain, ia adalah mahluk sosial. Identitasnya ditentukan dalam hubungannya dengan dunianya.
Identitas menurut Stella Ting Toomey merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis serta proses sosialisasi dan sebagainya. Identitas juga menjadi hal yang melekat pada diri setiap manusia bahkan makhluk sebagai refleksinya yang berasal dari sesuatu yang di hubungkan kepadanya. Konsep identitas dalam sosiologi mencakup bagaimana seseorang merasa terhubung dengan kelompok sosial dan bagaimana hal ini memengaruhi perilaku serta persepsi terhadap diri sendiri dan orang lain. Identitas inilah yang melekat pada diri seseorang dan menjadi gambaran dirinya terhadap lingkungan sosialnya. Kesimpulannya, Identitas adalah label sosial yang ditempelkan kepada kita, karena kita menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu.
Identitas sosial tercatat memainkan peran penting dalam membentuk identitas diri seseorang dalam kerangka sosial. Selaras dengan hal tersebut identitas diri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, norma sosial, pengalaman pribadi, dan juga oleh identitas sosial kelompok tertentu. Identitas menjadi kemelekatan pada diri setiap orang dan akan terbawa dalam hubungan baik itu aspek psikologi dan sosial. Identitas sosial yang melekat pada diri seseorang dapat membantu membangun rasa persatuan dan solidaritas di antara anggota kelompok. Identitas sosial memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana individu berinteraksi dan dipersepsikan dalam masyarakat. Berkaitan dengan identitas sosial ini ada yang menarik lagi untuk di bahas yang tidak bisa dihindarkan ketika kita berbicara tentang identitas sosial sendiri, yaitu tentang Hukum Generalisasi.
Generalisasi adalah proses penalaran yang membentuk kesimpulan umum dari suatu kejadian, hal, dan sebagainya. Hukum universal generalisasi adalah teori kognisi yang menyatakan bahwa probabilitas dari respon terhadap satu stimulus digeneralisasi ke stimulus lain yang menghubungkan antara dua stimulus menjadi sebuah kesimpulan dalam ruang psikologis , konsekuensi dari generalisasi ini menyebabkan sebuah pembenaran bahwa kita mampu membuat kesimpulan dari sebuah kejadian apakah itu benar atau salah serta baik atau buruk melalui penilaian dari satu stimulus ke stimulus yang lain kemudian menyamaratakan semuanya. Namun, terkadang ada beberapa Generalisasi yang mungkin saja tidak berlaku untuk beberapa kejadian tertentu yang disebabkan oleh keadaan khusus atau keadaan aksiden dan ada Generalisasi yang tidak dapat diterima, itu disebabkan oleh beberapa alasan, seperti salah, tidak kuat, memicu bias, dan diskriminatif.
Kemudian apa hubungan antara kedua pembahasan diatas? Antara Identitas sosial yang melekat dan hukum generalisasi. Identitas sosial dan hukum generalisasi saling berkaitan erat dalam membentuk perilaku sosial, prasangka, dan perkembangan interaksi antar kelompok. Ketika seseorang memiliki identitas sosial yang kuat, kecenderungan untuk berprasangka terhadap kelompok lain pun meningkat. Penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi identitas seseorang terhadap suatu kelompok, semakin besar kemungkinan munculnya prasangka terhadap kelompok lain.
Orang yang memiliki identitas sosial yang kuat cenderung membagi dunia ke dalam "kelompok kita" dan "kelompok mereka." Proses ini menjadi landasan munculnya generalisasi, di mana seseorang menarik kesimpulan tentang sifat atau perilaku suatu kelompok hanya berdasarkan pengalaman yang terbatas. Identitas sosial juga mempererat hubungan dalam kelompok. Semakin kuat identitas ini, semakin besar rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggotanya. Akibatnya, mereka cenderung melihat kelompok sendiri secara lebih positif, sementara kelompok lain bisa dipandang lebih negatif.
Menggeneralisasi berdasarkan identitas sosial bisa memperkuat stereotip dan prasangka yang sudah ada di masyarakat. Namun, jika dilakukan dengan cara yang tepat, generalisasi justru bisa menjadi alat untuk memahami bagaimana kelompok-kelompok berinteraksi. Dengan pemahaman ini, kebijakan yang lebih inklusif dapat dirancang. Dalam kajian sosiologi dan psikologi sosial, memahami hubungan ini sangat penting agar bisa meredam konflik antar kelompok serta membangun sikap toleransi yang lebih kuat di masyarakat. Hal itu akan berbeda lagi ketika pendekatan yang dilakukan tidak tepat, Ini akan menimbulkan pola interaksi yang semakin keruh serta akan menimbulkan dampak negatif antar kelompok dan yang terjadi adalah kebalikan dari penjelasan diatas.
Sekali lagi, untuk menambah kazanah pengetahuan yang lebih luas mengenai tulisan ini, penulis akhirnya berbincang dengan beberapa anggota komunitas yang sementara penulis tekuni dalam sebuah Toksik(tongkrongan asik), dari hasil diskusi yang panjang lebar muncul sebuah pembahasan menarik yang muncul dari hasil diskusi tersebut, kemudian menjadi pembahasan yang baru dari tulisan ini, yaitu Tribalisme.
Tribalisme sendiri merupakan sebuah kesetiaan atau kecenderungan untuk memihak kepada kelompok sendiri, seperti suku, partai, atau kelompok sosial. Dalam konteks politik, tribalisme dapat berarti perilaku atau sikap diskriminatif terhadap kelompok luar, berdasarkan loyalitas kelompok sendiri. Dalam budaya populer, tribalisme juga dapat merujuk pada cara berpikir atau berperilaku setia hanya kepada kelompok sosial mereka saja di atas segalanya.
Pembahasan akhir yang ingin penulis jelaskan, bahwa terkadang sebuah kejadian yang melibatkan identias sosial dalam sebuah kelompok akan cenderung menimbulkan konflik berkepanjangan semakin membesar dan bias (konotasi negatif). Apalagi hukum generalisasi yang diberlakukan secara tidak tepat mampu menimbulkan ancaman terhadap identitas sosial, ini berbicara tentang status kelompok direndahkan, kompetensi dan kemampuan kelompok dipertanyakan, nilai-nilai moral dipertanyakan, diperlakukan atau diberi label sebagai anggota kelompok yang berbeda, serta kekhasan kelompok diancam.
Pertanyaan kemudian, bagaimana membangun opini cerdas terhadap sebuah kejadian dengan objektif? Apakah kebebasan berpendapat bisa dibenarkan jika dikaitkan tentang hal yang akan semakin memecah belah hubungan antar sesama manusia yang berkelompok maupun secara personal?
Pertanyaan diatas akan menjadi pembahasan yang akan penulis uraikan dikemudian hari jika ada kesempatan lagi.
Media Sosial, Ig/Tiktok/Fb : Musafir Daus
Aktivitas keseharian : Frelance, Desainer, Membaca.