Kembali

SIAPA PEREMPUAN ITU?

11
Budiman
11 Maret 2024

Cara terbaik agar dapat bertahan hidup di tanah petualangan adalah dengan melakukan tekhnik ala bunglon, menyesuaikan diri dimana tempat kita berada, ya meskipun resikonya seseorang itu akan melakukan penyelewengan terhadap nilai-nilai yang bersifat luhur, namun pada posisi tersebut orang itu hanya terbilang melakukan kesalahan yang tidak sampai pada substansinya. Dapat dikatakan bahwa hal semacam itu merupakan tekhnik yang diperbolehkan karena menyangkut keselamatan hidup
Oleh Budiman


"Cara terbaik agar dapat bertahan hidup di tanah petualangan adalah dengan melakukan tekhnik ala bunglon, menyesuaikan diri dimana tempat kita berada, ya meskipun resikonya seseorang itu akan melakukan penyelewengan terhadap nilai-nilai yang bersifat luhur, namun pada posisi tersebut orang itu hanya terbilang melakukan kesalahan yang tidak sampai pada substansinya."


Baju Hitam menundukkan kepala untuk melihat jam yang dipakainya di tangan kiri, waktu menunjukkan pukul 22 lewat sedikit. "Jadi gimana Sya, udah dapat info mengenai tempat tinggal untukku?" Tanya Baju Hitam sambil mencolek tangan perempuan cantik yang kini memujanya itu, "belum, gak usah terlalu dipikir, malam ini kamu tinggal bareng aku aja, besok baru kita cari ya," Jawab Marsya yang membuat Baju Hitam hampir hilang akal. Tidak ingin capek memikirkan hal yang belum mampu dijangkau akalnya, Baju Hitam memilih untuk menuruti perkataan Marsya saja. Kini Baju Hitam harus menafikkan pikirannya yang dulu untuk menggantikannya dengan yang sekarang, mengingat dia tidak sedang berada di kampung halamannya. 

Dia harus mulai melakukan peleburan terhadap lingkungan barunya. Cara terbaik agar dapat bertahan hidup di tanah petualangan adalah dengan melakukan tekhnik ala bunglon, menyesuaikan diri dimana tempat kita berada, ya meskipun resikonya seseorang itu akan melakukan penyelewengan terhadap nilai-nilai yang bersifat luhur, namun pada posisi tersebut orang itu hanya terbilang melakukan kesalahan yang tidak sampai pada substansinya. Dapat dikatakan bahwa hal semacam itu merupakan tekhnik yang diperbolehkan karena menyangkut keselamatan hidup. 

Sebelum beranjak dari 1/2, mereka menyempatkan untuk melakukan foto berdua di setiap sisi tempat itu. Tak sungkan Marsya merangkul Baju Hitam dengan begitu santainya seolah ia tidak memperdulikan orang-orang yang juga berada di tempat itu. Dengan penuh keheranan, namun Baju Hitam tetap mematuhi apa yang diinginkan Marsya. Setelah puas melakukan pengambilan gambar, mereka akhirnya meninggalkan cafe itu kemudian menuju tempat Marsya untuk beristirahat. Terkesan aneh, namun begitulah kehidupan yang kini tampak berbanding terbalik dengan kehidupan yang ada di kampung halaman Baju Hitam. 

Marsya mengambil kunci yang ia simpan di dalam tasnya lalu membuka pintu pagar rumah yang ia tinggali seorang diri. Bertetangga dengan orang-orang yang berperilaku hedon, apatis, intinya ibarat tidak memiliki tetangga. Bagi Marsya berada di lingkungan itu sama saja hidup sendiri, tidak ada interaksi yang menghidupkan kerukunan dalam hidup bertetangga. Jadi tidak ada alasan bagi orang lain untuk mengintervensi apa pun yang Marsya ingin lakukan selagi hal itu masih sebatas normal. "Plat DC parkir aja di garasi, biar aman," Ucap Marsya memberi arahan. 

Mereka akhirnya masuk ke dalam rumah. Baju Hitam tidak merasakan ada sesuatu yang aneh dalam rumah itu, ia merasa normal-normal saja, namun matanya tertuju pada salah satu foto yang terpasang di dinding ruang tamu, "yang di samping itu siapa Sya?" Tanya Baju Hitam sambil menunjuk foto Marsya bersama perempuan, "oh, itu sepupu satu kali aku, namanya Indah Annisa, dia tinggalnya di Muara Badak, ya lumayanlah jaraknya dari sini," Jawabnya sedikit menjelaskan. "Jadi aku tinggalnya memang sendiri di rumah ini, dulunya bertiga bareng mama sama papa, namun..?" 

Tiba-tiba keheningan terjadi, air mata Marsya seketika menetes, ia menangis sejadi-jadinya. Baju Hitam yang tidak mengetahui permasalahan seketika bingung, sebagai seorang lelaki ia berusaha menenangkannya, hingga pada akhirnya Marsya merasa lega ketika mendapati kepalanya telah berada di pundak Baju Hitam. Marsya menangis setelah mengingat tragedi yang menimpa kedua orang tuanya. Lima tahun yang lalu Marsya mendapati berita mengenai pesawat yang ditumpangi kedua orang tuanya hilang dari radar, bahkan keberadaannya belum diketahui pasti hingga saat ini. 

Sejak saat itulah ia harus mandiri dan mulai tinggal sendiri di rumah itu. Sesekali Indah Annisa datang mengunjungi Marsya jika sedang ada urusan di balikpapan, berhubung dia merupakan seorang guru maka sangat wajar jika tiba-tiba dia ada di balikpapan. Indah Annisa juga merupakan perempuan yang tidak kalah tangguh dari Marsya. Hidup mandiri dan memiliki kesenangan bersama anak-anak, ya mungkin itulah yang menjadi motivasinya sehingga ingin dan betah menjadi seorang guru di sekolah dasar. Bahkan ia juga merupakan salah seorang perempuan yang bisa dikatakan memiliki pengaruh di lingkungan tempat ia tinggal. 

Banyak warga yang sering datang untuk meminta bantuan terkait urusan administrasi kenegaraan, diminta untuk melakukan pendampingan terkait perlindungan perempuan, dan lain sebagainya. Bahkan di kampus pun ia begitu terkenal dan diakui oleh seluruh dosen dan mahasiswa sebagai aktivis perempuan hingga mendapat julukan "immewa" yang berarti perempuan melawan. Ia memang kerap turun aksi, melakukan perlawan terhadap bentuk ketidak adilan yang terjadi. Gelar itu telah melekat padanya sejak aksi-aksinya selalu berhasil, yang perlawanannya selalu membuahkan hasil sesuai harapan. 

Bahkan ia sempat dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka tembak tepat dibagian dada kiri hingga meretakkan salah satu tulang rusuknya. Peristiwa  itu terjadi ketika sedang melakukan aksi kudeta terhadap salah seorang kacung negara yang dicurigai terlalu candu mengeksploitasi sesuatu yang bukan haknya.  Pihak rumah sakit telah berupaya melakukan pertolongan semaksimal mungkin, namun tidak dengan tulang rusuknya yang patah. Salah seorang dokter yang menanganinya memberikan saran kepada Indah Annisa, "jika keadaanmu mulai membaik, sebaiknya pergilah ke Tanah Mandar di Sulawesi Barat dan temui sanro yang akrab dipanggil Pua'Ippi, kalau tidak salah ia tinggal di pambusuang, ia sangat terkenal perihal penanganan tulang. 

Bahkan kepopulerannya telah sampai ke negara-negara tetangga seperti Malaisya dan Singapura. Ya, meskipun pandangan secara medis bahwa penanganan patah tulang tidak dapat dibenarkan melalui sandro patah karena tidak terjadinya penanganan berbasis saintifik dan proporsional selayaknya di rumah sakit, maka 99,9 persen pihak rumah sakit tidak menyarankan pasien untuk berobat disanro. Namun secara pribadi Dokter itu menyarankan Indah untuk berobat sanro karena ternyata ada beberapa keluarga dari Dokter tersebut yang pernah berhasil diselamatkan ketika beberapa Dokter ahli tulang sepertinya dinyatakan tidak mampu secara total melakukan penanganan, dan faktanya bahkan Sanro khususnya Pua'Ippi berhasil menangani pasiennya dengan cara tradisional dan tidak berbelit-belit dalam proses penanganannya hingga sembuh. 

Beberapa pekan telah berlalu, Indah sudah merasa agak sedikit membaik. Ia memutuskan untuk terbang ke Tanah Mandar seorang diri, dua jam penerbangan akhirnya ia tiba di bandara Sultan Hasanuddin Makassar, melanjutkan perjalanan menggunakan mobil dengan estimasi waktu hampir 6 jam, ia pun tiba di pambusuang. Waktu menunjukkan pukul 15 lewat. "Sebaiknya aku cari makan dulu, habis itu baru mencari rumah si sanro" Ucapnya membatin. Kerena baru pertama kali berkunjung ia tidak ingin bertindak gegabah, tidak ingin berjalan terlalu jauh hanya untuk mencari warung, ia akhirnya memutuskan untuk makan ditempat salah seorang ibu dengan tempat jualan model sederhana ala-ala orang dulu. 

"Permisi Bu, maaf Ibu jualan apa ya" Tanya Indah, "oo jepa, nak. Pole innai tau ana'? (kalimat bahasa Mandar yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia yang berarti "dari manaki nak") Mendengar perkataan ibu itu yang agak lain membuat Indah terlihat kebingungan dan sontak menggaruk-garuk kepala lalu sedikit tersenyum. Ibu itu mulai memahami bahwa perempuan itu merupakan pendatang di kampungnya. Karena sudah terbiasa menghadapi orang-orang asing yang datang di kampung halamannya, ibu itu tau apa yang mesti dilakukannya. "Dudukki nak. Makanki ini jepa sama ikan piapi, makanan khas suku kami, Mandar. Tidak usahmi takut, in sya Allah amanji" Ibu itu menjelaskan. 

Dengan penuh keyakinan dan tanpa ragu sedikit pun akhirnya Indah menikmati hidangan yang sudah ada di depannya itu. Sembari menikmatinya, ia dengan asik menyimak setiap perkataan sang ibu . Seperti kebiasan  ibu-ibu pada umumnya yang suka menjelaskan dengan sendirinya terkait apa pun yang ada di kepalanya meskipun tidak ada yang memantik. Begitulah semangat dan antusias si Ibu selaku warga yang kedatangan orang asing. Begitulah kenyataan yang ada di Mandar, setiap orang yang baru akan diperlakukan dengan baik, dihormati, dimanusiakan, selagi tamu itu memang layak untuk diperlakukan demikian. 

"Maaf nak, mauki memang kemana?" Tanya Ibu itu kepada Indah yang baru saja selesai makan, "saya mau cari Pua'Ippi, sanro yang katanya ahli tulang, katanya tinggal di sini, di pambusuang," jawab Indah. Karena Pua'Ippi memang sangat populer di kampung tersebut, dengan mudah sang Ibu menjelaskan tempat tinggal Pua'Ippi. "Jalanki terus kearah sana, dapat pertigaan ambil kanan, sudah itu terus maki naik sampainya di atas gunung, karna di bagian atasi itu tinggal, nanti di atas baruki lagi bertanya," Jelas sang Ibu sambil tersenyum. Mengikuti arahan sang Ibu, Indah kemudian melanjutkan pencarian rumah sang sanro, jaraknya yang tidak dapat ia taksir membuatnya harus meminta tolong kepada siapa saja yang menurut instingnya dapat membantunya. 

Di tengah-tengah perjalanannya menyusuri jalan yang baru dilalauinya itu, ia melihat 6 (enam) pemuda, 4 (empat) laki-laki dan 2 (dua) perempuan, mereka terlihat nampak sedang mendiskusikan sesuatu, entah itu apa. Merasa penasaran, jiwa kemahasiswaannya seketika aktif lalu menghampiri perkumpulan itu. "Assalamu'alaikum, maaf permisi kak," Ucap Indah dengan random. Seketika perbincangan terhenti, semua mata tertuju kepada orang asing itu, "Walaikumsalam," Ucap rombongan bersamaan. Mereka lalu mempersilahkan Indah untuk duduk bersama dalam lingkaran diskusi mereka, seolah terlihat biasa saja. 

Indah meminta maaf secara random mengingat posisinya sedang berada dalam garis lingkaran, menjelaskan niat kedatangannya di pambusuang. Perkumpulan enam pemuda tersebut dengan terbuka ingin membantu Indah jika memang mereka dibutuhkan. "Maaf teman-teman, sebenarnya apa yang hendak kalian lakukan, kenapa sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu?" Tanya Indah kepada seluruh pemuda yang terlihat sebaya dengannya, "Abil selaku lider mulai angkat bicara, menjelaskan bahwa pertemuan itu merupakan pertemuan yang didasari oleh kesadaran bersama terkait permasalahan yang urgen di masyarakat. 

Berawal dari refleksi kritis mengenai lingkungan masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat kabupaten Polewali Mandar yang bisa dibilang belum cukup disibukkan dengan kegiatan produktif dalam hal ini pada ranah literasi (baca, diskusi, refleksi & aksi). Untuk itu, Tomaka Book Club hadir sebagai upaya dialektis dalam menjawab tantangan mengenai pentingnya gerakan literasi, dimulai dengan membaca buku yang dikemas menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan.

Nama Tomaka diambil dari bahasa Mandar yang berarti "orang yang bisa", secara istilah bisa kita padankan dengan kata "ahli" atau barangkali bisa juga diartikan sebagai "cindekia/cindekiawan". Tomaka menjadi sebuah komunitas yang berorientasi pada gerakan baca buku yang menyenangkan. Menjadi wadah bagi siapa saja yang ingin membaca buku, berdiskusi dan bertukar tambah pengetahuan dengan cara yang menyenangkan. Tomaka Book Club diinisiasi oleh 7 (tujuh) orang yang kemudian disebut sebagai "tomabukka" (orang yang membuka). Dengan harapan untuk menciptakan lingkungan produktif bagi masyarakat, Tomaka sendiri menjadi doa agar kiranya lahir para "ahli" atau "cindekiawan" dari kebiasaan suka membaca buku.

Tomaka Book Club adalah komunitas literasi yang menjadi ruang aman bagi para pembelajar, pembaca, atau siapa saja yang tertarik pada dunia literasi. Baik anak-anak, pemuda, hingga dewasa bisa menjadi bagian dari Tomaka Book Club," jelas Abil pada Indah menjeda kisah kali ini.

Penulis: Budiman